Jakarta Dari Balik Helm

By Liku Layuk Allo - January 01, 2017

foto diambil waktu lagi nge-Gojek (jangan ditiru)

This post brings a nostalgic feeling to me. It's the feeling that puts a smile in your face. The feeling when you know you had a good memory that will lasts forever.

Bulan Februari tahun ini, setelah mengikuti ujian, ada gap waktu sebulan untuk menunggu hasilnya. I took a short holiday in Lombok after that, just 3 days; and I decided to go to Jakarta after that. Di Jakarta banyak keluarga, dan saya berpikir untuk mencoba-coba mencari kesempatan untuk magang di rumah sakit sambil mengisi kekosongan.

Siapa yang menyangka kalo pada akhirnya saya akan tinggal di Jakarta selama hampir 6 bulan?

Saya di Jakarta dari akhir Februari-Mei, pulang ke Makassar sepanjang Juni dan Juli, lalu kembali ke Jakarta di bulan Agustus dan tinggal hingga akhir September.

Waktu-waktu itu tidak terasa, seperi kata orang, saat waktu berlalu cepat berarti kau sangat menikmatinya.


Yang awalnya hanya bersantai-santai dan menemani ponakanku bermain, hingga menonton berbagai macam konser, sampai akhirnya berhasil magang di rumah sakit, semua kujalani dengan enjoy. Awalnya saya datang pure bener-bener kayak liburan, kerjanya cuma jalan-jalan dan main sama sepupu dan ponakan, pindah-pindah ke rumah om tante dan sepupu, sesuai dimana saya dicari aja kayak wanita panggilan...wkwkw sampai akhirnya sadar kalo keuangan sudah menipis dan sudah waktunya mulai benar-benar cari "duit makan" seperti tujuan awal.

Semua diawali dengan ragu. Apa bisa saya kerja di Jakarta, dimana budayanya pasti sangat berbeda, mana saya betul-betul awam soal "what's to do" and "what's don't" mengenai kerja di Jakarta. Tapi nekat saja. Tanya teman sana-sini, dan akhirnya mulai coba-coba jaga di beberapa tempat. Saya, yang notabene lahir besar di Makassar; walaupun sudah sering ke Jakarta, betul-betul merasakan rutinitas baru. Bangun pagi-pagi, naik kereta ke klinik di berbagai macam tempat, yang saya cuma bisa telusuri lewat dewa Google, dan berdasarkan arahan teman, mulai coba-coba naik KRL dan metromini.

Nyasar? Jangan bilang. Sering!
Nyasar di ujung Bekasi antah-berantah (saya tinggal di rumah tante di Jaksel), salah turun stasiun, deg-degan stres terlambat karena salah perhitungan jam berangkat, celingak-celinguk karena udah sampai di Tangerang tapi ga ada Gojek yang mau antar karena ternyata lokasi kliniknya di kawasan industri di daerah tol Tangerang...yang notabene susah aksesnya... each day was an adventure.

I loved that feeling when I packed my things in my backpack, and went around Jakarta to find jobs. Pekerjaan ini mengharuskan saya berpindah-pindah, dan menginap untuk setidaknya 3 hari di satu tempat. Tak bisa kulupakan perjalanan tiap jaga di Bekasi Timur, di klinik kecil di ujung Bekasi, yang kalo disebut tempatnya pasti ga ada yang ngeh. Trus kalo ga ada pasien ga tau mau ngapain (pasiennya sedikit). Yang kalo hujan jalanan dalam komplek itu becek smua dan berlubang-lubang :D. Tapi ga tau kenapa, semuanya terasa menyenangkan.

Yang awalnya kagok sampai akhirnya hapal semua jalur KRL. Untung kereta sekarang udah bagus, dingin dan bersih. Yang ga enak ya paling cuma kalo ga dapet tempat duduk. Pagi-pagi kan rame, bergencet-gencetan dengan ibu-ibu yang ngotot naik meskipun udah full. Yang kalo ditegur malah balik marah: "lhaaaa sama samaa cari uang kok!" :D

Sekitar 1 jaman di bus, menatap perjalanan, dan menikmati orang-orang yang naik turun. Baru tau saya kalo orang di bus Jakarta nyari uangnya kreatifnya patut diacungi jempol. Ngamen udah biasa. Yang kadang-kadang bikin nahan geli kalo ada juga orang yang nyari duit dengan mempertontonkan keahlian baca sajak, puisi atau cerita bersambung dari buku dengan lagak dramatik. And we supposed to pay for thaaaat? Hahahahahhah. Tapi kan namanya juga usaha ya bu...iyaiya. Ah, just another ordinary day in Jakarta...

Pemandangan favoritku adalah menatap Jakarta dari balik helm.
Saya penggemar terberat ojek motor online di Jakarta, berhubung di 3 bulan terakhirku di Jakarta tempat kerjaku udah sisa 1 yang menetap dan jaraknya cukup dekat dari rumah om dan tante, jadi naik ojek hampir tiap hari sudah merupakan keharusan.

Dari balik helm, saat pulang kerja di malam hari, Jakarta tampak sendu. Kenapa sendu ya padahal ramenya minta ampun? Daerah Sudirman sih parah ramenya apalagi kalo malem. Tapi ada hal yang indah di balik lampu2 kota kemerlap, mobil yang lalu-lalang dan klakson yang bertalu-talu. Ada yang indah dari berbusuk2 ria kena asap knalpot dan mengejar kereta. I dont know why but I enjoyed it every time. 
Meriah tapi sepi, ramai tapi damai.
Maybe it's just me, but I feel so relieved. It's like you get that taste of freedom that you won't change with anything. Freedom. The freedom to live alone, to choose where do u want to go, where do u want to work, and the happiness of being totally depend on yourself.

Walaupun dari dulu saya memang tipe penyendiri, jujur saya tetap kadang-kadang suka ngeluh kalau keluar dari comfort zone..jadi hidup seperti ini tak disangka malah membuatku bahagia. Padahal awalnya saya diwanti-wanti ortu untuk tidak banyak mengeluh apabila hidup di Jakarta. Tapi karena kebaikan Tuhan, setiap detiknya berlalu menyenangkan. Sampai di rumah sehabis bekerja, saya selalu membuka helm dengan hati yang ringan dan bahagia.

Saya bertemu banyak orang-orang baru, perawat-perawat RS ku yang baik-baik hati yang masih sering kontekan sampai sekarang... bisa main sama ponakanku yang lucu, bisa jadi "baby sitter" sepupu-sepupuku, bisa ketemu dan jalan-jalan sama keluargaku dan sahabat-sahabatku yang tinggal di Jakarta. I miss my muay thai and freeletics (eh bohong mah kalo freeletics) routine with Bon.

Walau mungkin tidak seberapa lama dibanding perantau yang menetap di Jakarta, saya tetap belajar untuk survive, belajar untuk bekerja, belajar untuk hemat...and most of all, I learn to enjoy the solitude.

Di Jakarta saya juga tanpa direncanakan bertemu denganmu....iya, kamu. Yang sempat membuatku jantungku berdegup ireguler sebelum lenyap tanpa jejak.

Begitu baik Tuhan, karena saya diberi kesempatan untuk mengalami waktu-waktu ini. Kiranya hanya waktu dan Dia yang bisa menjawab, akankah angin membawaku kembali pada kota ini atau tidak.

Saya akan selalu rindu hari-hari itu, di saat saya menatap Jakarta dari balik helm dan tersenyum.

  • Share:

You Might Also Like

0 comments