Books I Read in 2019

By Liku Layuk Allo - February 01, 2020

Saat berada dalam fase babi (fase sebutan saya sendiri, di mana seorang anak manusia hanya ingin tidur, ngemil dan bermalas-malasan) niat menulis/blogging tentunya hanya tinggal niat yang menguap. Tapi berhubung saya sudah punya target di tahun 2020 untuk lebih produktif menulis, dan tidak menelantarkan blog yang telah saya bangun sejak 2009 ini, maka sekalian saja saya lanjutkan series "Best of 2019" yang biasanya memang saya buat tiap tahun.

Sekarang mari kita bahas mengenai buku/novel yang saya baca di tahun 2019. Tentunya saya tidak membaca banyak, berhubung sejak kehadiran smartphone di dunia ini, minat baca saya sangat merosot drastis dan itu merupakan sebuah fakta yang menyedihkan. Tapi saya bersyukur tahun 2019 masih lebih mending dibanding tahun 2018; yang sungguh miskin literasi. Tahun lalu saya ketemu sebuah serial baru yang menarik dan berjumlah lima buku, tentunya itu sangat menghibur hati saya yang selama ini "haus" akan karya yang dapat ditunggu-tunggu tiap tahunnya. Tanpa berpanjang lebar lagi, mari kita mulai.

Oh iya, btw kenapa postingan ini tumben berbahasa Indonesia, karena saya sungguh sudah terlalu bersemangat untuk meresensi buku-buku ini dan tidak ingin membuang lebih banyak waktu untuk memikirkan postingan full English-nya (jujur, terkadang sangat melelahkan). Dan juga tahun 2020 ini, saya memang (((berikrar))) untuk memperbanyak jumlah tulisan saya yang berbahasa Indonesia, baik baku maupun tidak baku.


1. To Kill A Mockingbird (Harper Lee)


Sebelumnya mohon maaf, saya harus mengakui suatu hal. Saya sudah memiliki novel ini sejak bertahun-tahun, tahun dan tahun yang lalu... daaaan saya baru membacanya sampai habis tahun lalu. Yes. Itu memang sebuah fakta yang memalukan, mengingat novel ini bisa dikatakan "legendaris" dalam dunia literatur. Mengapa demikian? Saya pun tidak tahu kenapa, sepertinya saat itu saya yang masih sekitar usia SMA dan memiliki kesabaran pendek, tidak sanggup untuk berkomitmen membacanya sampai habis, dikarenakan alur awalnya yang agak lambat. Naahh, berhubung tahun lalu (sebelum saya menemukan serial Lockwood & Co., yang akan saya review juga di bawah) akutu bosan bengheett dan buku yang saya beli selalu "gagal" untuk memuaskan dahaga saya yang rindu buku bagus, akhirnya saya membongkar lagi lemari buku saya dan menemukan novel ini tergeletak cantik, tanpa noda, tanpa lipatan dan berdebu. Saya pun memutuskan untuk membacanya, dan sejak saat itu saya tidak bisa melepaskan buku ini dari genggaman saya. 

Sinopsis:

Bertempat di kota kecil selatan Maycomb tahun 1930-an saat masa “Great Depression” di Amerika Serikat, cerita berputar pada Scout, kakak laki-lakinya Jeremy “Jem” Finch, dan ayahnya yang seorang pengacara, Atticus Finch. To Kill a Mockingbird mengikuti tiga tahun dalam kehidupan Scout, Jem, dan ayah mereka, Atticus - tiga tahun yang diwarnai oleh penangkapan dan pengadilan terhadap seorang pria kulit hitam muda yang dituduh memperkosa seorang wanita kulit putih. Atticus ditunjuk oleh pengadilan untuk membela Tom Robinson, seorang negro yang dituduh tersebut. Meskipun ceritanya mengeksplorasi tema-tema besar, Harper Lee memilih untuk menceritakannya melalui mata seorang anak. 

To Kill a Mockingbird jadi bacaan wajib di kelas-kelas di Amerika Serikat bukan karena tanpa sebab. Karya ini inspiratif, ditulis dengan indah, dan memberikan pelajaran mengenai keadilan, kesetaraan dan kemanusiaan. Lewat penuturan seorang Jean-Louise “Scout” Finch yang berumur enam tahun, Harper Lee menceritakan dengan amat baik problematika yang mungkin tabu untuk dibicarakan secara terang-terangan oleh orang dewasa saat itu di Amerika: rasialisme. Lewat pandangan dan pemahaman Scout yang polos, pembaca akan disuguhi bagaimana mengerikannya kebencian antar ras (putih dan hitam) saat itu. It was so easy back then to judge black people, walaupun itu belum tentu benar. Prasangka jugalah yang membuat warga Maycomb memberikan stigma negatif ke Atticus (paling kentara adalah sebutan "nigger-lover"), karena membela Tom Robinson, seorang negro yang dituduh memperkosa Mayella Ewell, anak dari Bob Ewell, seorang pemabuk, yang selama ini dicap sebagai sampah masyarakat. Hanya karena Keluarga Ewells berkulit putih, warga kota kehilangan rasionalitasnya. Selain itu ada juga kisah mengenai tetangga mereka, Boo Radley, warga kota yang dikucilkan karena tidak pernah terlihat keluar dari rumahnya dan dianggap "aneh" oleh masyarakat.

To Kill a Mockingbird ini novel yang menyentuh, indah, dan memang wajib ada di rak buku tiap rumah. Lewat buku ini, orang tua bisa belajar dari teladan Atticus Finch, seorang single father yang membesarkan anak-anaknya dengan nilai-nilai yang penting dan tetap tidak berkesan "menggurui". Untuk seorang pria di tahun 1930-an, Atticus memang tokoh yang progresif kala itu. Selain nilai parenting-nya, disini juga kita banyak melihat hal-hal lainnya yang lazim dialami ditemui di dunia nyata, seperti cara bersosialisasi dengan tetangga dan hubungan dengan saudara yang juga digambarkan dengan manis oleh duet kakak beradik Jem-Scout. Saya bersyukur sekali karena sukses menyelesaikan buku ini dan sukses merasa tolol sebab baru menyadari betapa bagusnya novel yang sudah bertahun-tahun "bersarang" di rak buku saya T-T. Anyway, I can't stress enough how much you need to buy this book. It's a masterpiece, classic, such a beautiful and moving story.


2. Lockwood & Co. series (Jonathan Stroud)


Serial ini terdiri dari lima novel dan udah selesai pas saya baru mau mulai membacanya. Awalnya sih mau ngetes satu dulu karena setelah searching-searching review novel fiksi di YouTube, serial ini selalu masuk dalam daftar rekomendasi. Ceritanya ya tipe-tipe kesukaanku, cerita yang tokohnya anak-anak muda dalam dunia fantasi yang tidak masuk akal dan banyak mejik-mejiknya. Nah kebetulan serial ini mengangkat topik hantu. Yep, hantu.

Sinopsis : (semua sinopsis di postingan ini disadur dari penerbit resmi btw)

Selama lebih dari lima puluh tahun, Inggris terkena epidemi hantu yang mengerikan. Sejumlah Lembaga Investigasi Psikis bermunculan untuk menghancurkan penampakan berbahaya. Lucy Carlyle, agen muda berbakat, tiba di London berharap untuk karir yang terkenal. Sebaliknya dia menemukan dirinya bergabung dengan agen terkecil dan paling sederhana di kota, dijalankan oleh pemuda bernama Anthony Lockwood yang karismatik. Ketika salah satu dari kasus mereka menjadi sangat salah, Lockwood & Co. memiliki satu kesempatan terakhir untuk penebusan. Sayangnya ini melibatkan menghabiskan malam di salah satu rumah paling berhantu di Inggris, dan berusaha melarikan diri hidup-hidup.

Urutan bukunya udah sesuai dengan gambar di atas, dari nomor 1 ke 5 itu mulai dari kiri ke kanan. Nah, kisah buku kedua dan seterusnya adalah lanjutan petualangan gadis bernama Lucy Carlyle bersama Lockwood & Co.; sebagai agen hantu (semacam Ghostbusters) yang menumpas hantu-hantu gentayangan di Inggris. Jadi hantu-hantu itu bergentayangan karena masih ada urusan yang belum kelar di dunia, dan jiwa mereka diikat oleh "sumber", yaitu benda milik si hantu waktu mereka hidup, yang dimana mereka memiliki ikatan emosional dengan benda itu. Nah tugas besar agen hantu adalah untuk mencari sumber-sumber ini dan memusnahkannya.

Tiap buku kasus hantunya berbeda-beda, tapi ada lanjutan konflik yang sama dari buku 1 hingga 5. Kalo saya sih nyaranin tetap bacanya berurutan. Nah pendapat saya pribadi, buku ini bagus dan menyenangkan untuk dibaca, tidak sekanak-kanak Percy Jackson, tapi tidak juga sedewasa The Lord of The Rings. Ibaratnya, Percy Jackson itu mungkin untuk 15 tahun ke bawah, TLOTR untuk 20 tahun ke atas, nah Lockwood & Co. ini pas lah buat semua umur. Saya suka sama karakter Anthony Lockwood dan partnernya George Cubbins, dua-duanya tokoh yang unik dan menarik. Tokoh Lucy sendiri kadang-kadang menjengkelkan, not my favorite main character. Novel ini makin kebelakang makin memunculkan banyak tokoh yang menarik-menarik banget. Yang paling saya suka dari novel ini adalah kesuksesan si penulis, Jonathan Stroud, untuk membuat ceritanya makin lama makin seru. Novel yang paling terakhir (The Empty Grave) memang yang paling klimaks menurut saya, dan endingnya pun cukup memuaskan. Jonathan Stroud sudah lama terkenal lewat seri Bartimaeus trilogy (sudah saya review juga di blog ini, check here to see my other book reviews), tapi saya pribadi jauh lebih menyukai serial Lockwoon & Co. Rasanya menamatkannya pun cukup sedih karena kapan lagi ada serial yang ditunggu-tunggu seperti ini, yang bisa dibaca sebelum tidur, dibawa-bawa pergi kerja.... aakkkk. Anyway, I highly recommend this series for any of you who's into young adults fiction (atau penggemar hantu). 


3. Lethal White (Robert Galbraith)


Ini adalah novel yang telah saya tunggu sekian lama... bertahun-tahun menanti tiap kelanjutannya, dan akhirnya kebaca juga. Saya yang kering literasi beberapa tahun terakhir ini akhirnya dapat membaca lanjutan dari serial detektif Cormoran Strike karya Tante J.K Rowling (yang menyamar jadi Om Robert Galbraith) yang sudah membuatku jatuh cinta dari awal terbit novelnya bertahun-tahun yang lalu. Berhubung ini adalah satu-satunya serial crime/detektif yang saya baca di antara tumpukan buku fantasi lainnya yang saya baca tahun lalu, tentunya saya sangat berekspektasi tinggi terhadap novel ini.

Sinopsis :

Billy, seorang pemuda dengan gangguan kejiwaan, datang ke kantor Cormoran Strike untuk meminta bantuan menyelidiki kejahatan yang dilihatnya semasa kecil. Walaupun Billy jelas-jelas sakit parah, ada kesan tulus pada dirinya dan cerita yang dia sampaikan sehingga membuat Strike resah. Namun, sebelum Strike sempat menanyainya lebih jauh, Billy kabur dengan panik dari kantornya.

Untuk membuktikan kebenaran cerita Billy, Strike dan Robin Ellacott—dulu asistennya, kini partner di biro detektifnya—menyusuri jalur berkelok-kelok yang membawa mereka dari jalanan London, masuk ke jantung Parlemen, hingga ke rumah megah yang indah namun mencurigakan jauh di pedalaman.

Sementara penyelidikan berjalan, kehidupan pribadi Strike tak kalah berliku: sebagai detektif terkenal dia tidak lagi bisa bekerja sembunyi-sembunyi. Hubungannya dengan partnernya pun kian rumit—Robin telah menjadi bagian penting dalam bisnisnya, tapi hubungan mereka kini memasuki ranah yang benar-benar pelik.

Ya masih menggunakan formula yang sama, kasus detektif yang dijelaskan dengan deskriptif dan dramatik dengan gaya bahasa yang udah gak asing bagi saya (very J.K Rowling, if you know what I mean). Suasana kota London yang kental, penggambaran tempat, waktu, situasi, maupun suasana hati tokoh-tokohnya digambarkan dengan rinci oleh si penulis, yang bagi beberapa orang mungkin bisa saja terasa agak menjemukan. Tentunya untuk lanjutan drama Strike-Robin-Matthew (plus pacar baru Strike) sangat saya nanti-nantikan dan hasilnya memuaskan. Bacanya juga jadi sedikit emosi. Lol. Untuk kasusnya sendiri, to be honest, nothing special. Well, of course it is a well-crafted; well-thought-case, but still I found it fell flat compared to The Cuckoo's Calling (buku pertama) and Career of Evil (buku ketiga). Ini adalah novel Strike pertama yang bisa saya tebak pelakunya sebelum mencapai akhir novel. Tapi saya mengapresiasi peran JKR yang memasukkan isu-isu politik, pemerintahan dan feminisme dengan baik ke dalam kasusnya.

Walaupun bukan novel Strike terbaik menurut saya, tetap saja ini adalah sebuah suguhan yang berkualitas. Thank you so much btw buat Bagus, yang udah mau dititipin novel ini (walaupun nyasar sampe ke Jambi) dan gak mau diganti duitnya wkwk (if you read this, I owe you one, remind me sometimes).


4. The Fork, The Witch, and The Worm (Christopher Paolini)

Pengen nangis sih, waktu akhirnya bisa memegang buku ini. Kenapa deh sentimentil? Kareenaa ini adalah lanjutan kisah Eragon dari serial Inheritance Cycle yang legendaris, merupakan salah satu serial fantasi favoritku sepanjang masa. Kalau kalian belum tahu, Eragon adalah kisah tentang seorang pemuda desa di negeri Alagaesia yang menemukan telur naga, ia membesarkan naga itu dan menamainya Saphira, dan bersama-sama dengan Saphira mereka bertumbuh, berlatih dan bertualang bersama untuk melawan tirani Raja Galbatorix yang kejam. Serial ini adalah sebuah mahakarya fantasi yang sejajar dengan Harry Potter dan The Lord of The Rings, yang udah menjadi patokan tersendiri bagiku untuk menilai kualitas sebuah kisah fantasi. Udah lama saya memupuskan harapan soal kemungkinan ada kelanjutan dari kisah Eragon ini, tapi tetap nge-follow penulisnya di sosmed dengan harapan akan ada karya-karya lain yang sama bagusnya.

Nah, pas doi bilang akan menerbitkan sebuah kumpulan cerita pendek yang akan menceritakan lanjutan kisah Eragon setelah momen di buku terakhir, saya udah gembira bukan kepalang dan menanti lumayan lama hingga akhirnya bisa memilikinya (titip sama kakak pas lagi ke Singapore dan lagi-lagi dibeliin, Puji Tuhan rezeki orang baik emang selalu ada aja, tolong jangan ditampol). Berhubung saya baca bukunya yang versi English, jadi sinopsisnya juga dalam English aja ya.

Synopsis:

Welcome back to the world of Alagaësia. It’s been a year since Eragon departed Alagaësia in search of the perfect home to train a new generation of Dragon Riders. Now he is struggling with an endless sea of tasks: constructing a vast dragonhold, wrangling with suppliers, guarding dragon eggs, and dealing with belligerent Urgals and haughty elves. Then a vision from the Eldunarí, unexpected visitors, and an exciting Urgal legend offer a much-needed distraction and a new perspective. This volume features three original stories set in Alagaësia, interspersed with scenes from Eragon’s own unfolding adventure. Included is an excerpt from the memoir of the unforgettable witch and fortune-teller Angela the herbalist . . . penned by Angela Paolini, the inspiration for the character, herself! Relish the incomparable imagination of Christopher Paolini in this thrilling new collection of stories based in the world of the Inheritance Cycle.

Novel Tales from Alagaesia ini dibagi menjadi tiga cerita pendek yang dikisahkan dari sudut pandang Eldunari, Angela, dan Urgal. Buku ini tetap wajib punya untuk pecinta Eragon, secara come on...apa lagi yang kalian tunggu? Buuutt.... let me remind you, it's 'cute'.. but don't get too hyped 'cause it's not Eragon level. Buku ini lebih ke ya itu, kumpulan cerita pendek dari sudut pandang non-tokoh utama, yang mungkin bagi beberapa penggemar Eragon akan kurang "memuaskan", because it's not the fifth book. Lebih ke pengobat rindu sama dunia Alagesia aja sih. On the other hand, menarik juga untuk menyimak cerita dari sudut pandang tokoh-tokoh lain di serial ini, seperti si penyihir ekstentrik dan misterius Angela. But I admit I needed MORE pages to satisfy myself and unluckily, it was cut short - literally. Tapi lumayanlah buat nostalgia dan mudah-mudahan lanjutannya akan segera muncul yess.

Akhir kata, sebenarnya mungkin ada beberapa buku lagi yang sudah saya baca di 2019 tapi cuma yang saya jabarkan di atas yang paling membekas di hati. Terima kasih sudah menyimak. Oh iya, mohon dengan sangat nih, kalo ada rekomendasi novel yang kiranya dapat menarik hati saya, tolong dikomen di bawah yaaa. Demi tingkat literasi yang lebih baik di 2020.

  • Share:

You Might Also Like

0 comments